KTP Ajaib di Negeri Sirih-Bondo: Saat Gelar Dokter Bisa Dicetak Seperti Label Mie Instan

Redaksi

Penulis : Azis Chemoth|Saromben.com

Cerita dari Negeri Sirih-Bondo

Di sebuah negeri kecil bernama Sirih-Bondo, terdapat sebuah kantor ajaib bernama Dukcapal. Di sana, warga bisa mencetak KTP bukan hanya dengan nama, tapi juga dengan gelar impian.

Konon, suatu hari muncullah seorang warga biasa bernama Pak G, yang dulu pernah mondar-mandir di kampus Kedokteran, tapi kabarnya lebih sering di kantin daripada di ruang kuliah. Ia tak lulus, tak pernah wisuda, bahkan makalah terakhirnya katanya masih kosong.

Namun ajaibnya, saat KTP barunya keluar, di sana tertera:

“dr. G, Penyelamat Bangsa dari Flu Imajinatif”

Warga ternganga, sebagian kagum, sebagian geli. Anak-anak pun berkata,

“Ayah, aku mau jadi dokter juga!”

“Belajar yang rajin ya?”

“Enggak, aku ke kantor Dukcapal aja, lebih cepat!”

Beberapa kucing tua di balai kota mulai gelisah. “Kalau seperti ini caranya,” kata mereka, “nanti gelar ‘profesor’ bisa dicetak oleh tukang fotokopi. Lalu siapa yang mau percaya ijazah dan gelar lagi?”

Seekor burung hantu yang biasa dianggap bijak ikut berkomentar,

“Jika sebuah gelar bisa dibeli atau ditulis semaunya, maka kehormatan ilmu jadi seperti bungkus permen. Mengkilap, tapi kosong.”

Kabar ini menyebar ke seluruh hutan. Banyak binatang kini berbondong-bondong ke kantor Dukcapal, bukan untuk memperbaiki data, tapi untuk menambahkan gelar impian:

dr. Tikus, spesialis pusing kepala akibat tagihan

Prof. Katak, ahli lompat dari fakta ke fatamorgana

Ir. Serigala, insinyur pembangunan opini publik

Dewan Hutan kini mempertimbangkan aturan baru: “Gelar bukan sekadar cetakan, tapi pantulan perjuangan.” Tapi sayangnya, printer di Dukcapal sudah terlanjur laris.

Sementara itu, Pak G sibuk membuka praktik di bawah pohon beringin, dengan spanduk besar:

Baca Juga:
Lapas Banyuwangi Gelar Jalan Sehat Meriah Sambut HUT RI ke-80

“dr. G Dokter Rasa Percaya Diri Tingkat Tinggi”

(Tanpa resep, tanpa ilmu, cukup dengan senyum dan stempel)

Moral kisah ini:

Jika gelar bisa ditulis sesuka hati, maka ilmu hanya tinggal dekorasi.