Oleh: Redaksi Saromben.com
Buku Aku Bos, Bukan Jongos karya Teguh Wiyono, terbitan Tugu Publisher Yogyakarta tahun 2010, menyimpan pesan kuat yang tetap relevan hingga kini. Judulnya yang provokatif seolah menjadi alarm, mengingatkan bahwa setiap orang diberi pilihan: menjadi bos atas diri sendiri, atau selamanya hanya menjadi jongos bagi orang lain.
Dalam realitas sosial, banyak orang yang nyaman bekerja di bawah instruksi tanpa keberanian untuk membangun mimpi dan gagasan sendiri. Tidak salah bekerja pada orang lain, namun yang keliru adalah ketika kita berhenti memiliki inisiatif, kehilangan kemandirian berpikir, dan hanya menggantungkan arah hidup pada orang lain.
Buku ini mendorong pembacanya untuk memahami bahwa “bos” bukan semata-mata status jabatan atau kepemilikan perusahaan, melainkan sikap mental. Menjadi bos berarti mampu memimpin diri sendiri, berani mengambil keputusan, menciptakan peluang, dan menghadapi risiko. Sebaliknya, “jongos” bukan sekadar pekerjaan rendahan, melainkan sikap batin yang hanya menunggu perintah, tanpa keberanian melangkah, tanpa arah yang jelas.
Opini penulis, pesan buku ini semakin aktual di era digital saat ini. Perubahan terjadi begitu cepat, persaingan semakin terbuka, dan hanya mereka yang berani mengarahkan hidupnya yang akan mampu bertahan. Pesan Aku Bos, Bukan Jongos sejalan dengan kebutuhan zaman: siapa yang diam akan tertinggal, siapa yang berani bangkit akan menemukan jalan.
Lebih dari sekadar bacaan motivasi, buku ini adalah ajakan untuk berefleksi. Pertanyaannya sederhana namun tajam: sudahkah kita menjadi bos atas diri kita sendiri, atau masih betah menjadi jongos dalam kehidupan orang lain?