Beras Vietnam Rp 9.000, Indonesia Rp 20.000: Mafia Pupuk Mungkin Sedang Tersinggung

Redaksi

Dong Thap, Vietnam

Pewarta : Azis Chemoth|Saromben.com

Dari jantung lumbung padi Asia di Distrik Sa Dec, Provinsi Dong Thap, Vietnam, dunia akhirnya tahu: harga beras enak dan wangi di sini cuma Rp 9.000 per kilogram. Sementara di Indonesia, beras setara bisa menyentuh angka Rp 20.000 dua kali lipat lebih mahal, tapi dengan bonus rasa nasionalisme dan jejak tangan kartel.

Tentu saja, ini bukan soal nilai tukar dolar atau jarak tempuh truk logistik. Vietnam ternyata punya senjata rahasia yang tidak dimiliki Indonesia: tidak ada mafia pupuk. Sebuah keajaiban Asia yang seharusnya masuk nominasi UNESCO.

“Petani di Vietnam itu seperti anak emas negara. Pupuk lancar, teknologi pertanian mutakhir, hasil panen dijemput di sawah. Pemerintahnya hadir, bukan hilang sinyal,” ujar HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy alias Kanjeng Pangeran Edo Yudha Negara, seorang pengusaha asal Situbondo, Indonesia, yang tengah melakukan perjalanan usaha ke Sa Dec.

Sementara itu di tanah air, petani tetap menjadi tontonan sabar tahunan. Mereka diberi pupuk mahal, distribusi telat, dan harga gabah yang membuat mereka terpaksa menanam kesabaran di ladang. Kartel dan mafia seperti tokoh utama sinetron: ada di setiap episode musim tanam.

Kondisi ini membuat Kanjeng Pangeran Edo mendadak tercerahkan. Ia tidak menemukan padi menari atau kerbau bicara, tapi ia menemukan keinginan kuat untuk berdagang beras dari Vietnam ke dunia internasional.

“Saya siap jual beras Vietnam ke seluruh dunia. Ini bukan dagang biasa, ini misi kemanusiaan,” ujarnya, sambil menatap horizon sawah yang tidak dibayangi hutang pupuk.

Misi ini memang terdengar mulia: menjual beras murah, berkualitas, dan bebas dari jejak mafia. Sebuah langkah yang seharusnya memalukan kita semua yang mengaku negeri agraris tapi berasnya bisa bikin dompet menangis.

Baca Juga:
Lapas Banyuwangi Gelar Jalan Sehat Meriah Sambut HUT RI ke-80