Oleh: Azis Chemoth|(Suara Masyarakat Situbondo)
Di tengah geliat pembangunan daerah, kita tentu berharap segala kebijakan berjalan sesuai amanat rakyat. Namun, sejarah mengajarkan bahwa kekuasaan tanpa kontrol cenderung melahirkan penyimpangan. Di sinilah peran wartawan dan LSM menjadi krusial sebagai mata dan telinga rakyat, sekaligus penjaga nurani publik.
Sayangnya, akhir-akhir ini muncul suara-suara yang merendahkan keberadaan wartawan dan LSM. Mereka dianggap pengganggu, dicap pencari masalah, bahkan diremehkan seolah tak punya kontribusi. Padahal, justru karena merekalah banyak masalah muncul ke permukaan. Tanpa wartawan dan LSM, siapa yang akan mengungkap tambang ilegal? Siapa yang akan bersuara untuk masyarakat yang dirugikan proyek-proyek tak bertanggung jawab?
Sebagai masyarakat, saya merasa beruntung masih ada wartawan dan LSM yang konsisten bekerja, meski kerap dihadapkan pada tekanan, ancaman, bahkan stigma. Mereka bukan malaikat, tentu saja. Tapi dalam sistem demokrasi, keberadaan mereka bukan hanya pelengkap mereka adalah fondasi penting agar kekuasaan tetap dalam relnya.
Kritik terhadap pers dan LSM seharusnya bukan dengan merendahkan, melainkan memperbaiki cara kita berkomunikasi dan membangun sinergi. Jika pemerintah merasa terganggu dengan pemberitaan, mari buka ruang klarifikasi dan diskusi. Jika LSM dirasa menyalahi, gunakan mekanisme hukum yang adil dan transparan. Tapi jangan dibungkam.
Sebab bila wartawan dan LSM tidak lagi diberi ruang, maka bersiaplah kita hidup dalam kesunyian informasi dan gelapnya kekuasaan tanpa pengawasan.