Berita  

Presiden Prabowo Perintahkan Operasi Gabungan TNI, Polri, dan Bea Cukai Tutup 1.000 Tambang Timah Ilegal di Bangka Belitung

Redaksi

Langkah tegas pemerintah dimulai

1 September 2025 untuk menghentikan penyelundupan timah, menyelamatkan sumber daya nasional, dan menutup kebocoran ekonomi triliunan rupiah.

SAROMBEN.COM – JAKARTA.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menginstruksikan operasi besar-besaran untuk menutup sekitar 1.000 tambang timah ilegal yang beroperasi di wilayah Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Langkah ini melibatkan tiga kekuatan utama negara ~ Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ~ sebagai sinergi lintas lembaga dalam menjaga kedaulatan sumber daya alam.

Instruksi tersebut disampaikan Presiden Prabowo sebagai respon atas maraknya aktivitas tambang liar yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun. Dalam arahannya, Presiden menegaskan,

“Saya perintahkan TNI, Polri, dan Bea Cukai melakukan operasi besar-besaran di Bangka Belitung untuk menutup 1.000 tambang timah ilegal. Ini bukan sekadar perintah, tapi tindakan penyelamatan bangsa.”

Operasi Dimulai 1 September 2025

Operasi penertiban tambang timah ilegal ini resmi dimulai pada 1 September 2025, dan menjadi salah satu langkah strategis pemerintah di awal masa kepemimpinan Prabowo Subianto.
Pemerintah menargetkan penertiban total terhadap tambang yang tidak berizin dan penyelundupan timah yang selama ini melemahkan perekonomian nasional.

Sumber dari ANTARA News dan MetroTV News menyebutkan bahwa operasi ini dilakukan secara terintegrasi melalui pengawasan laut dan udara. Kapal patroli TNI bersama aparat kepolisian laut akan menjaga jalur distribusi timah ilegal di sekitar perairan Belitung, sedangkan tim darat fokus pada penertiban tambang di wilayah Bangka Tengah, Bangka Selatan, dan Bangka Barat.

“Bahkan sampan pun tidak boleh keluar tanpa izin. Kita blokir semua jalur penyelundupan,” tegas Presiden.

Kerugian Negara Capai Rp 300 Triliun

Menurut laporan resmi Kantor Staf Presiden (KSP) dan Sekretariat Kabinet, aktivitas tambang timah ilegal menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Sebagian besar hasil tambang ilegal tersebut tidak dilaporkan secara resmi, dan sekitar 80 persen hasil timah dilaporkan diselundupkan ke luar negeri menggunakan jalur laut yang tidak diawasi secara ketat.

Baca Juga:
Cara Mudah Menemukan SPKLU Terdekat untuk Kendaraan Listrik

Presiden Prabowo menilai praktik ilegal ini tidak hanya merusak ekosistem ekonomi, tetapi juga mencederai kedaulatan bangsa.

“Negara kehilangan potensi pendapatan besar. Timah itu bukan milik perorangan, tapi kekayaan rakyat. Kita harus jaga bersama,” ujarnya.

Penyerahan Aset Tambang Ilegal kepada PT Timah Tbk

Langkah tegas pemerintah juga ditandai dengan penyerahan aset hasil rampasan dari tambang ilegal kepada PT Timah Tbk. Presiden Prabowo secara langsung menyaksikan proses tersebut di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, awal Oktober 2025.

Aset yang diserahkan mencakup alat berat, smelter, lahan tambang seluas 238.848 meter persegi, serta logam timah bernilai tinggi dan valuta asing hasil sitaan.
Langkah ini menjadi simbol komitmen pemerintah untuk mengembalikan aset negara kepada BUMN yang berwenang mengelola sumber daya mineral secara sah.

Operasi

Pemerintah Dorong Tata Kelola Berkelanjutan

Selain fokus pada penindakan, Presiden Prabowo juga mendorong tata kelola sumber daya mineral yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Limbah timah yang mengandung rare earth (tanah jarang) memiliki nilai ekonomi tinggi bila dikelola dengan benar. Pemerintah ingin agar kekayaan alam tersebut dikelola secara profesional dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.

“Kita tidak hanya menutup tambang ilegal. Kita juga membangun sistem baru yang adil, transparan, dan memberi manfaat bagi rakyat,” jelas Presiden.

Langkah ini juga menjadi sinyal kuat bagi pelaku industri bahwa era pembiaran terhadap aktivitas ilegal telah berakhir.

Sinergi TNI, Polri, dan Bea Cukai

Operasi gabungan lintas sektor ini menjadi momentum penting bagi koordinasi antar-lembaga negara.
TNI akan berfokus pada pengamanan wilayah strategis dan patroli laut, Polri akan menindak aspek pidana dan penyelidikan hukum, sedangkan Bea Cukai bertugas memblokir jalur ekspor ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitar Bangka dan Belitung.

Baca Juga:
HRM Khalilur Sahlawiy Usul ke Presiden Prabowo: Stop Ekspor BBL, Ganti dengan Lobster 50 Gram

Seorang sumber di lapangan menyebut bahwa operasi ini juga melibatkan intelijen pertahanan dan maritim, termasuk pengawasan udara menggunakan drone militer untuk memantau pergerakan kapal kecil yang keluar dari area tambang.

Analisis Saromben.com: Langkah Tegas untuk Kedaulatan Ekonomi

Langkah Presiden Prabowo ini menjadi tonggak penting dalam reformasi sektor pertambangan nasional.
Selama dua dekade terakhir, tambang timah ilegal di Bangka Belitung telah menjadi “zona abu-abu” yang sulit disentuh hukum. Keberanian Presiden untuk menutup lebih dari seribu tambang menunjukkan arah baru: negara hadir dengan kekuatan penuh untuk melindungi sumber daya alamnya.

Dari sisi ekonomi, kebijakan ini diharapkan dapat:

Menambah penerimaan negara dari sektor timah legal,

Meningkatkan transparansi industri mineral,

Mengurangi kebocoran devisa akibat ekspor ilegal,

Dan memperbaiki citra investasi pertambangan Indonesia di mata dunia.

Dari sisi lingkungan, penghentian tambang liar diharapkan memulihkan lahan-lahan kritis dan mengembalikan keseimbangan ekosistem pesisir Bangka Belitung yang rusak akibat eksploitasi tanpa izin.

Baca juga:

Presiden Prabowo Saksikan Penyerahan Aset Rampasan Negara ke PT Timah Tbk

Operasi Gabungan TNI, Polri, dan Bea Cukai di Babel Dimulai 1 September 2025

Prabowo Tegaskan Negara Rugi Rp 300 Triliun Akibat Tambang Ilegal

Artikel ini disusun berdasarkan pemberitaan resmi dari sumber tepercaya, termasuk Kantor Staf Presiden (KSP.go.id), Antara News, dan CNBC Indonesia. Redaksi Saromben.com berkomitmen menjalankan prinsip jurnalisme akurat, berimbang, serta menjunjung tinggi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.