Berita  

KUHP Baru Indonesia: Antara Reformasi Hukum dan Tantangan Implementasi Sosial

Redaksi

Jakarta, Saromben.com ~ Setelah hampir enam dekade dibahas dan mengalami 19 kali pembahasan lintas kabinet, Indonesia akhirnya memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang akan berlaku efektif pada 2026, menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum nasional.

Revisi ini tidak hanya mengakhiri ketergantungan Indonesia terhadap Wetboek van Strafrecht, produk hukum kolonial Belanda, tetapi juga mencerminkan upaya bangsa membangun sistem hukum pidana yang berakar pada nilai dan moralitas Indonesia sendiri.

Tonggak Sejarah Hukum Nasional

KUHP lama yang berlaku sejak 1918 dianggap tidak lagi relevan dengan dinamika sosial, politik, dan budaya masyarakat Indonesia modern. Pemerintah dan DPR menilai pembaruan ini sebagai bagian dari nation building di bidang hukum ~ mewujudkan kedaulatan hukum nasional yang sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.

Catatan: KUHP lama yang digunakan Indonesia sejak kemerdekaan berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië (WvSNI), produk hukum Belanda yang ditetapkan melalui Staatsblad van Nederlandsch-Indië No. 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1918. Setelah Indonesia merdeka, KUHP tersebut tetap berlaku berdasarkan Aturan Peralihan UUD 1945, hingga akhirnya digantikan oleh UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Dalam keterangan resmi Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Yasonna H. Laoly menegaskan bahwa KUHP baru adalah “hasil kompromi antara nilai universal dan nilai lokal.” Artinya, hukum pidana Indonesia kini tidak lagi hanya meniru sistem Eropa, tetapi telah diadaptasi dengan konteks sosial dan keagamaan di tanah air.

“KUHP baru ini bukan sekadar revisi, tetapi revolusi hukum pidana nasional,” ujar Yasonna dalam konferensi pers (Kompas.com, 6 Desember 2022).

Landasan Filosofis dan Politis

Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Komitmen Transformasi Nasional

Secara filosofis, KUHP baru menempatkan hukum pidana sebagai sarana korektif, bukan sekadar alat represif negara. Pendekatan ini dikenal sebagai restorative justice, yakni penegakan hukum yang lebih menekankan pemulihan dan keseimbangan sosial daripada hukuman semata.

Dari sisi politik hukum, perubahan KUHP juga menunjukkan kemandirian Indonesia membangun sistem hukum sendiri. Sejak awal kemerdekaan, para ahli hukum seperti Prof. Sudarto dan Moeljatno telah mengkritik dominasi hukum kolonial yang tidak sesuai dengan kultur bangsa. Kini, semangat itu diwujudkan dalam produk hukum nasional.

Perubahan Substansial dan Isu Kontroversial

KUHP baru berisi lebih dari 600 pasal yang mencakup berbagai aspek hukum pidana. Beberapa di antaranya menimbulkan perdebatan, terutama yang berkaitan dengan privasi, kebebasan berekspresi, dan moralitas.

Beberapa pasal yang sempat menuai sorotan publik antara lain:

Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden,

Pasal kohabitasi (hidup bersama tanpa nikah),

Pasal unjuk rasa tanpa izin,

Pasal penyebaran ideologi bertentangan dengan Pancasila.

Pemerintah menegaskan bahwa pasal-pasal tersebut disusun dengan mekanisme pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan. Sanksi baru pun banyak bersifat alternatif, seperti denda dan kerja sosial, bukan semata pidana penjara.

“Tidak ada niat membungkam kebebasan. KUHP baru justru menata agar kebebasan berekspresi tetap dalam koridor tanggung jawab,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, dikutip dari Tempo.co (7 Desember 2022).

Dampak Sosial dan Tantangan Implementasi

Meski secara normatif pembaruan ini patut diapresiasi, tantangan besar muncul di tingkat implementasi. Banyak pihak menilai, pemahaman masyarakat terhadap isi KUHP baru masih terbatas.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Barda Nawawi Arief, menilai bahwa sosialisasi dan pendidikan hukum publik harus menjadi prioritas utama sebelum pemberlakuan penuh KUHP baru pada 2026.

Baca Juga:
Warga Nilai Camat di Banyuwangi Kurang Terbuka terhadap Kritik

“KUHP baru adalah hasil karya besar, tapi tanpa pemahaman publik yang baik, pelaksanaannya bisa menimbulkan kesalahpahaman,” ujar Barda dalam seminar nasional di Jakarta (Antaranews.com, 12 Januari 2023).

Organisasi masyarakat sipil seperti KontraS dan LBH Jakarta menyerukan agar pemerintah memperluas partisipasi publik dan memperjelas aturan turunan agar tidak terjadi multitafsir.

Baru

Baca Juga:

Pemerintah Sosialisasikan KUHP Baru ke Seluruh Provinsi ~ Kompas.com

KUHP Baru dan Tantangan Demokrasi Indonesia ~ Tempo.co

UU KUHP Baru Resmi Disahkan, Ini Lima Hal yang Perlu Dipahami ~ CNN Indonesia

Reformasi Hukum dengan Pendekatan Restoratif

Salah satu ciri utama KUHP baru ialah penguatan konsep keadilan restoratif (restorative justice). Pendekatan ini menempatkan korban dan pelaku dalam penyelesaian yang lebih berimbang.

Dalam pasal tertentu, pelaku dapat terhindar dari hukuman penjara apabila mampu mengganti kerugian korban, meminta maaf, dan mencapai kesepakatan damai. Konsep ini sejalan dengan nilai kekeluargaan masyarakat Indonesia.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Asep Nana Mulyana, menegaskan bahwa “penjara bukan satu-satunya bentuk keadilan.” Dalam pelanggaran ringan, masyarakat dapat menyelesaikan sengketa tanpa proses pengadilan panjang.

Kemandirian Hukum Nasional di Tengah Globalisasi

Lahirnya KUHP baru juga mencerminkan sikap Indonesia menghadapi tekanan global. Banyak negara masih mengandalkan sistem hukum warisan kolonial, sementara Indonesia memilih jalan pembaruan.

Langkah ini diapresiasi lembaga internasional seperti UNDP dan ASEAN Law Association karena menunjukkan komitmen Indonesia terhadap pembaruan hukum berbasis nilai nasional.

Namun pengamat mengingatkan agar pembaruan hukum tidak membatasi ruang kebebasan warga negara. Tantangannya ialah menjaga keseimbangan antara moralitas sosial, hak asasi manusia, dan kepastian hukum.

Antara Modernisasi dan Moralitas

KUHP baru sering dipandang sebagai refleksi tarik-menarik antara modernisasi dan moralitas. Beberapa pasal yang menyentuh ranah privat, seperti perzinaan dan kohabitasi, memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat urban dan pegiat HAM.

Baca Juga:
Pemerintah Pastikan Keamanan Mudik dan Libur Idul Fitri

Namun bagi sebagian masyarakat lain, terutama di daerah dengan kultur kuat, pasal-pasal itu dianggap perlu untuk menjaga moral publik.

Kemenkumham memastikan penegakan pasal-pasal moralitas bersifat delik aduan, artinya hanya dapat diproses jika ada laporan dari pihak yang berkepentingan langsung. Dengan demikian, ruang privat warga tetap terlindungi.

Pendidikan Hukum dan Tantangan Penegakan

Pemerintah menyiapkan strategi implementasi, termasuk pembentukan Tim Sosialisasi Nasional KUHP Baru. Sosialisasi dilakukan di berbagai provinsi dengan melibatkan aparat penegak hukum, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Menurut data Kemenkumham (2024), lebih dari 30 provinsi telah menerima sosialisasi tahap awal. Fokusnya ialah penyamaan persepsi antarpenegak hukum agar tidak terjadi perbedaan tafsir.

Selain itu, pelatihan untuk jaksa, hakim, dan penyidik Polri dilakukan bertahap menjelang pemberlakuan penuh pada 2026.

Refleksi Akhir: Hukum yang Berkeadilan dan Humanis

KUHP baru membawa harapan besar bagi sistem hukum nasional. Ia menjadi simbol kedaulatan hukum bangsa dan langkah menuju peradilan yang lebih humanis.

Namun keberhasilan implementasi tidak hanya bergantung pada teks undang-undang, tetapi juga niat baik aparat penegak hukum, pemahaman masyarakat, dan komitmen terhadap keadilan yang berpihak pada kemanusiaan.

“Hukum pidana bukan sekadar alat kekuasaan, melainkan instrumen moral bangsa untuk menegakkan martabat manusia,” ~ Prof. Muladi (alm).

Kesimpulan

Perubahan KUHP melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 adalah tonggak sejarah yang menandai babak baru perjalanan hukum Indonesia. Dengan prinsip keadilan restoratif, perlindungan hak warga, dan kemandirian hukum nasional, Indonesia melangkah maju dari bayang-bayang kolonialisme menuju kedaulatan hukum yang berkarakter.

Tantangan berikutnya adalah memastikan implementasinya tidak hanya tertulis di lembar undang-undang, tetapi juga hidup dalam kesadaran hukum masyarakat.

https://Saromben.com