Kekosongan Sekdes dan Jalan Pintas
Kekosongan jabatan Sekretaris Desa (Sekdes) kerap memunculkan persoalan. Tak jarang, kepala desa menunjuk salah satu perangkat untuk langsung menggantikan posisi yang kosong. Langkah ini memang praktis, namun memicu polemik karena tidak semua mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Aturan Sudah Tegas
Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 yang mengubah Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, telah memberi rambu yang jelas. Pasal 7 menegaskan:
“Dalam hal terjadi kekosongan jabatan perangkat desa maka tugas perangkat desa yang kosong dilaksanakan oleh pelaksana tugas yang dirangkap oleh perangkat desa lain yang tersedia… Pengisian jabatan perangkat desa yang kosong paling lambat 2 (dua) bulan… dapat dilakukan dengan cara mutasi jabatan antar perangkat desa atau penjaringan dan penyaringan calon perangkat desa.”
Artinya, penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) memang sah secara hukum, tetapi sifatnya sementara. Untuk jabatan definitif, prosedur penjaringan dan penyaringan tetap wajib dilakukan.
Plt Bukan Definitif
Sering kali muncul anggapan bahwa Plt otomatis bisa menjadi Sekdes definitif tanpa seleksi. Pandangan ini keliru. Aturan memberi ruang agar desa tetap berjalan, namun tidak membenarkan pengisian permanen tanpa mekanisme terbuka.
Jika aturan dilanggar, bukan hanya soal administrasi yang dipertaruhkan. Akan ada risiko tudingan nepotisme, ketidakadilan, bahkan gugatan hukum dari warga yang merasa berhak mengikuti seleksi.
Bahaya Tafsir Bebas
Alasan praktis seperti biaya dan waktu sering dijadikan dalih untuk menghindari penjaringan. Padahal, jika pintu hukum dibuka untuk jalan pintas, konsekuensinya bisa lebih mahal: konflik sosial dan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.
Regulasi ini lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015 yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola desa. Dengan kata lain, demokrasi desa harus berjalan melalui mekanisme yang terbuka, bukan ditutup dengan penunjukan sepihak.
Peran Camat sebagai Pengawas
Camat memiliki fungsi vital dalam proses ini. Konsultasi dengan camat bukan formalitas belaka, melainkan mekanisme kontrol agar keputusan kepala desa tidak keluar dari koridor hukum. Tanpa pengawasan, perangkat desa rawan dipolitisasi atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Menjaga Marwah Demokrasi Desa
Persoalan Sekdes bukan sekadar urusan administrasi. Ini adalah soal wajah demokrasi desa, marwah hukum, dan kepercayaan masyarakat. Aturan ada untuk dipatuhi, bukan ditafsirkan sesuai selera.
Kini saatnya desa-desa berhenti bermain di wilayah abu-abu regulasi. Jika ada kekosongan jabatan, jalankan mekanisme sesuai aturan. Cepat memang penting, tapi tepat lebih utama.