Ramainya sebuah pemberitaan sering kali menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Apa yang awalnya muncul dengan gegap gempita, sorotan tajam, bahkan menjadi konsumsi publik setiap hari, tiba-tiba hilang begitu saja tanpa jejak. Seakan-akan kasus besar yang dulu mengguncang ruang publik, kini ditelan bumi. Lalu, pertanyaan pun muncul: sebenarnya ada apa?
Fenomena ini bukan hal baru di negeri kita. Setiap kali ada kasus besar entah korupsi, pelanggaran hukum, atau skandal politik media berlomba-lomba membongkar, menghadirkan narasumber, hingga menyajikan detail yang membuat masyarakat ikut larut dalam arus informasi. Namun, ketika antusiasme publik mulai reda, perlahan isu itu menghilang, meninggalkan ruang kosong dan kebingungan.
Apakah kasus tersebut memang sudah selesai? Atau justru ada kekuatan besar yang sengaja menutupinya? Masyarakat berhak curiga, sebab sering kali yang hilang bukan hanya berita, melainkan juga proses hukum dan kejelasan nasib orang-orang yang terlibat. Tidak jarang, yang semula menjadi tersangka justru kembali duduk manis di kursi kekuasaan, seakan tidak pernah ada masalah.
Di sisi lain, media memiliki peran penting dalam menjaga agar kasus-kasus besar tetap hidup di ruang publik. Namun realitanya, media pun memiliki keterbatasan ada tekanan politik, ada kepentingan pemilik modal, bahkan ada ancaman yang membuat berita terhenti. Akibatnya, publik dipaksa untuk melupakan, meski luka keadilan masih terbuka lebar.
Kondisi ini semakin diperparah oleh budaya masyarakat yang cepat berpindah perhatian. Isu baru datang, kasus lama pun segera tenggelam. Publik lebih mudah dihibur oleh sensasi lain, ketimbang terus menuntut kejelasan atas kasus yang sudah ada. Di sinilah ruang “penghilangan” itu bekerja: memanfaatkan ingatan kolektif yang pendek, untuk meloloskan kepentingan tertentu.
Padahal, hilangnya pemberitaan bukan berarti hilangnya masalah. Ia hanya dipindahkan ke ruang gelap, jauh dari sorotan mata rakyat. Di balik senyapnya kabar, bisa saja sedang terjadi “kompromi” yang melibatkan uang, jabatan, atau kepentingan politik. Sejarah negeri ini terlalu sering mencatat betapa kasus besar berakhir dengan jalan pintas yang tidak pernah diumumkan ke publik.
Sebenarnya, yang paling ditakuti oleh kekuasaan bukanlah kebenaran, melainkan konsistensi rakyat untuk terus menagih kebenaran itu. Selama masyarakat masih mudah dialihkan, kasus-kasus besar akan terus menguap tanpa kejelasan. Hilang dari media, hilang dari ingatan, lalu akhirnya hilang dari catatan sejarah.
Maka, tugas kita adalah menjaga ingatan. Mengulang kembali pertanyaan yang sederhana namun penting: sebenarnya ada apa? Jangan biarkan kasus yang ramai diberitakan menghilang begitu saja. Sebab keadilan tidak boleh berumur pendek, dan kebenaran tidak boleh dibiarkan terkubur hidup-hidup.