Opini  

Ketika Wartawan Merasa Lebih Pintar dari Wartawan Lainnya

Redaksi

Dunia kewartawanan adalah ruang yang seharusnya diisi dengan integritas, kerja sama, dan semangat berbagi informasi untuk kepentingan publik. Namun, di balik dinamika itu, tidak jarang muncul fenomena yang cukup menggelitik: wartawan yang merasa dirinya lebih pintar, lebih tahu, dan lebih hebat dibanding rekan seprofesinya.

Fenomena ini tentu tidak bisa dilepaskan dari ego pribadi. Ada wartawan yang merasa liputannya lebih eksklusif, tulisannya lebih tajam, atau relasinya lebih luas. Tidak salah bila seseorang percaya diri dengan kualitas karyanya. Namun menjadi masalah ketika rasa percaya diri itu menjelma menjadi sikap merendahkan atau menyepelekan wartawan lain. Alih-alih memperkuat solidaritas, sikap ini justru menumbuhkan sekat yang merugikan dunia jurnalistik itu sendiri.

Padahal, profesi wartawan bukanlah ajang pamer intelektual atau adu gengsi personal. Wartawan bekerja bukan untuk membuktikan siapa yang paling pintar, tetapi siapa yang paling konsisten menghadirkan informasi yang benar, akurat, dan bermanfaat bagi publik. Esensi dari jurnalisme adalah pelayanan, bukan kompetisi ego.

Ironisnya, di era digital seperti sekarang, “rasa paling pintar” itu semakin mudah terlihat. Ada yang merasa lebih unggul karena menulis dengan gaya analitis, ada pula yang merasa lebih hebat karena mampu mendapatkan akses narasumber tertentu. Media sosial bahkan sering dijadikan panggung untuk menonjolkan kelebihan pribadi, bukan karya jurnalistik. Akibatnya, publik melihat perpecahan di kalangan wartawan, bukan kekompakan.

Seharusnya, setiap wartawan menyadari bahwa dunia kewartawanan adalah ruang belajar tanpa henti. Tidak ada wartawan yang paling pintar, karena kebenaran itu selalu bersifat berkembang dan realitas sosial selalu berubah. Wartawan yang bijak bukanlah yang merasa paling tahu, melainkan yang mau terus belajar, rendah hati, dan terbuka terhadap masukan.

Baca Juga:
Aku Cukup Mencintaimu dalam Diam, Wahai Sahabatku

Kita perlu kembali pada prinsip dasar: wartawan adalah jembatan informasi. Jika jembatan itu retak oleh ego, maka aliran informasi yang sehat pun terganggu. Justru dengan saling menghargai, berdiskusi, dan mengakui kelebihan masing-masing, kualitas jurnalistik bisa semakin terjaga.

Maka, ketika ada wartawan yang merasa lebih pintar dari wartawan lainnya, sejatinya ia sedang menipu dirinya sendiri. Sebab, kecerdasan dalam dunia jurnalistik bukanlah soal siapa yang paling pintar berbicara atau menulis, melainkan siapa yang paling tulus memperjuangkan kebenaran.

Penulis: Azis ChemothEditor: Romi Anasrullah