Oleh : Taufik S.H|Saromben.com
Terkadang manusia berjalan hanya mengikuti suara hati, tanpa perencanaan matang dan tanpa memperhitungkan konsekuensi hukum yang mungkin timbul. Padahal, setiap langkah kita berada dalam kerangka aturan yang mengikat, baik hukum positif, norma sosial, maupun nilai budaya. Aturan itu hadir bukan sekadar untuk membatasi, melainkan untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan umum.
Namun, sering kali hati berontak ketika aturan terasa kaku atau dianggap tidak sejalan dengan perasaan dan pemikiran pribadi. Keinginan pun muncul, mengklaim dirinya sebagai kebenaran, meski tanpa dasar yang sah menurut hukum. Di sinilah letak bahaya: ketika seseorang hanya bergantung pada “kebenaran versi diri” tanpa menimbang hukum yang berlaku, maka kebebasan yang ia jalani dapat berubah menjadi pelanggaran, baik terhadap hak orang lain, tatanan sosial, maupun ketertiban umum.
Hukum tidak lahir dari keinginan perorangan, tetapi dari kesepakatan kolektif yang mengikat semua warga negara. Maka, setiap tindakan yang melampaui atau mengabaikan hukum walau dibungkus alasan hati dan niat baik tetaplah perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Sebab, dalam negara hukum, kebebasan hanya memiliki makna bila berjalan beriringan dengan aturan.