Opini  

Hukum sebagai Panglima Keadilan: Antara Legalitas dan Nurani

Redaksi
Photo : Taufik S.H.,C.LO

Oleh: Taufik S.H., C.LO|Saromben.com

Hukum pada hakikatnya adalah instrumen yang diciptakan untuk menuntun manusia menuju tatanan masyarakat yang adil. Namun dalam praktik sehari-hari, hukum kerap dipersepsikan sebatas teks peraturan yang kaku, seakan-akan hanya kumpulan pasal yang harus ditaati tanpa melihat substansi. Padahal, hukum jauh lebih dari itu: ia adalah media untuk menghadirkan keadilan.

Hukum semestinya berdiri sebagai panglima yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individu dan masyarakat. Persoalan muncul ketika hukum dijalankan hanya sebatas formalitas, atau bahkan diperalat demi kepentingan politik dan ekonomi. Akibatnya, pencari keadilan justru terpinggirkan. Pertanyaan mendasarnya, masihkah hukum berfungsi sebagai panglima keadilan, atau telah berubah menjadi instrumen kekuasaan?

Hukum sebagai Ruh Keadilan

Hukum bukanlah sekadar kumpulan pasal, melainkan refleksi cita-cita masyarakat. Gustav Radbruch mengajarkan, hukum yang baik harus memenuhi tiga nilai fundamental: kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. Kepastian hukum memang diperlukan demi keteraturan, tetapi keadilan substantif harus selalu menjadi tujuan akhir. Tanpa keadilan, hukum kehilangan legitimasi moralnya.

Antara Legalitas dan Keadilan Substantif

Asas legalitas adalah pilar utama hukum modern: nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali tiada pidana tanpa aturan sebelumnya. Namun asas ini tidak boleh dipahami secara kaku. Legalitas harus berpadu dengan nilai-nilai keadilan sosial yang hidup di tengah masyarakat. Jika tidak, hukum hanya menjadi “alat dagang” yang kehilangan ruh dan moralitasnya.

Equality Before the Law: Harapan atau Kenyataan?

Prinsip equality before the law menegaskan bahwa setiap orang, tanpa memandang jabatan, status, atau kekayaan, memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Namun realitas sering menunjukkan sebaliknya: hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ketimpangan inilah yang menggerus kepercayaan publik. Maka setiap laporan, pengaduan, hingga proses peradilan, harus benar-benar dijadikan sarana menegakkan kesetaraan hukum tanpa pandang bulu.

Baca Juga:
Kapolri Tindaklanjuti Arahan Presiden Soal Ketahanan Pangan

Integritas Penegak Hukum

Teks hukum tidak berarti apa-apa tanpa manusia yang menghidupkannya. Hakim, jaksa, polisi, advokat, hingga akademisi adalah roh yang memberi jiwa pada hukum. Jika integritas diabaikan, hukum akan berubah menjadi sekadar alat kekuasaan. Karena itu, menempatkan kepentingan hukum dan keadilan di atas kepentingan pribadi maupun golongan adalah amanat moral yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap penegak hukum.

Hukum seharusnya berdiri tegak sebagai panglima keadilan, bukan sekadar prosedur administratif. Ia harus menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dan rasa keadilan, antara teks legalitas dan nurani kemanusiaan.

Keadilan adalah mahkota hukum. Tugas para penegak hukum adalah memastikan mahkota itu tetap bersinar. Hukum sejati bukanlah hukum yang tunduk pada kepentingan, melainkan hukum yang menghadirkan keadilan substantif, kesetaraan, dan kemanusiaan.

Hanya dengan cara itu, hukum benar-benar akan menjadi pilar peradaban.