[HOAKS] Link Cek Isi KTP Penerima Bansos Oktober 2025, Ini Faktanya dan Cara Mengecek yang Benar
SAROMBEN.COM | Jakarta ~ Media sosial kembali diramaikan oleh beredarnya tautan mencurigakan yang diklaim dapat digunakan untuk mengecek siapa saja penerima bantuan sosial (bansos) cukup dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor KTP.
Unggahan yang beredar sejak pertengahan Oktober 2025 ini disebarkan melalui berbagai platform seperti Facebook, X (Twitter), dan grup WhatsApp. Dalam narasinya, tautan itu mengajak masyarakat mengisi data pribadi agar bisa mengetahui apakah mereka termasuk penerima bansos tahap Oktober.
Namun, setelah dilakukan penelusuran oleh Tribrata News Polri dan Kementerian Sosial (Kemensos), klaim tersebut dipastikan tidak benar.
Kemensos menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah membuat situs atau link khusus untuk mengecek penerima bansos melalui input NIK secara sembarangan. Seluruh proses penyaluran dan pengecekan bansos hanya dilakukan melalui saluran resmi pemerintah, yakni situs cekbansos.kemensos.go.id dan aplikasi Cek Bansos di Play Store.
Gelombang Hoaks yang Terus Terulang
Fenomena link palsu dengan embel-embel “cek penerima bansos” bukan hal baru. Setiap kali pemerintah mengumumkan penyaluran bantuan sosial, selalu muncul oknum yang memanfaatkan momentum untuk menipu masyarakat.
Mereka membuat tautan menyerupai situs resmi Kemensos, lengkap dengan logo instansi, formulir pengisian data, dan kalimat iming-iming seperti “Segera Cek! Nama Anda Mungkin Termasuk Penerima Bansos Oktober 2025”.
Padahal, ketika masyarakat memasukkan data NIK atau foto KTP ke dalam situs palsu tersebut, data itu bisa dicuri dan digunakan untuk aksi kejahatan digital, seperti pinjaman online ilegal, pembobolan rekening, hingga penyalahgunaan identitas untuk penipuan daring.
Menurut Kasat Siber Bareskrim Polri, hoaks semacam ini kerap berujung pada pelaporan masyarakat yang merasa dirugikan akibat data pribadinya digunakan tanpa izin.
Polri pun mengimbau agar masyarakat lebih waspada terhadap tautan yang tidak berasal dari domain resmi pemerintah seperti .go.id atau aplikasi Kemensos yang terverifikasi.
Fakta Resmi dari Kemensos
Melansir situs kemensos.go.id dan Tribratanews.polri.go.id, Sabtu (18/10/2025), Kementerian Sosial menyampaikan bahwa tidak pernah membuat tautan khusus untuk mengecek isi KTP penerima bansos.
Penyaluran bansos hanya dilakukan kepada masyarakat yang telah terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Masyarakat yang merasa layak menerima tetapi belum tercantum dalam DTKS dapat mengusulkan diri melalui mekanisme resmi di aplikasi Cek Bansos, tepatnya di fitur Usul–Sanggah.
Melalui fitur ini, warga dapat mengajukan permohonan dengan melampirkan data kependudukan dan bukti pendukung yang valid. Pemerintah daerah kemudian akan melakukan verifikasi sebelum data dikirim ke pusat.
“Kami mengimbau agar masyarakat berhati-hati terhadap tautan tidak resmi yang meminta data pribadi, terutama KTP dan KK. Jangan mudah percaya, selalu pastikan informasi berasal dari situs pemerintah,” ujar Sekretaris Ditjen PFM Kemensos, dikutip dari keterangan resmi.
Baca juga:
Baca juga: Waspada Penipuan Online Mengatasnamakan Instansi Pemerintah
Baca juga: Tips Mengamankan Data Pribadi di Dunia Digital
Mengapa Hoaks Bansos Mudah Menyebar?
Ada beberapa alasan mengapa berita hoaks, terutama terkait bantuan sosial, mudah menyebar di masyarakat.
Pertama, faktor ekonomi. Di tengah kondisi sulit, banyak warga berharap mendapatkan bantuan, sehingga cenderung percaya terhadap informasi yang terlihat meyakinkan.
Kedua, rendahnya literasi digital. Banyak pengguna internet yang belum memahami ciri-ciri situs palsu atau belum terbiasa memverifikasi sumber informasi sebelum membagikannya.
Ketiga, strategi psikologis penipu. Mereka sering menggunakan kalimat yang menimbulkan rasa penasaran dan mendesak, seperti “Cek Sekarang, Batas Waktu 1×24 Jam”, untuk mendorong orang segera mengklik link tanpa berpikir panjang.
Polri mencatat bahwa lebih dari 40% laporan penipuan digital pada tahun 2024–2025 berawal dari tautan palsu yang menyaru sebagai situs pemerintah atau perbankan.
Hoaks jenis ini disebut phishing, yaitu metode mencuri data pribadi dengan berpura-pura sebagai lembaga resmi.
DTKS: Basis Data Resmi Penerima Bansos
Untuk diketahui, seluruh penerima bansos di Indonesia terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
DTKS merupakan sistem data nasional yang memuat identitas rumah tangga miskin dan rentan miskin, yang diverifikasi secara berkala oleh pemerintah daerah.
Hanya mereka yang masuk dalam DTKS yang bisa menerima bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Setiap usulan baru akan melalui proses verifikasi dan validasi berlapis untuk mencegah penyaluran tidak tepat sasaran.
Masyarakat tidak perlu membuka tautan sembarangan. Cukup kunjungi:
https://cekbansos.kemensos.go.id
atau gunakan Aplikasi Cek Bansos resmi dari Play Store.
Ciri-Ciri Link Palsu yang Harus Dikenali
Menurut Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Polri, situs palsu biasanya memiliki ciri-ciri berikut:
1. Menggunakan domain tidak resmi, seperti .my.id, .info, atau .xyz.
2. Meminta pengguna mengunggah KTP, KK, atau foto selfie.
3. Terdapat banyak iklan pop-up dan tampilan tidak profesional.
4. Tidak memiliki informasi kontak resmi atau alamat kementerian.
5. Mendorong pengguna untuk segera mengklik dengan pesan mendesak.
Jika menemukan tautan mencurigakan, masyarakat diminta tidak mengklik, tidak mengisi data, dan melaporkan ke situs aduanlapor.go.id atau turnbackhoax.id.
Baca juga: Ciri Situs Pemerintah Asli dan Cara Memverifikasi Domain .go.id
Peran Kepolisian dalam Menangani Hoaks Digital
Kepolisian Republik Indonesia, melalui Divisi Humas Polri dan Direktorat Siber Bareskrim, aktif memantau penyebaran konten hoaks di media sosial.
Kasus link palsu penerima bansos termasuk dalam kategori penyebaran informasi palsu yang meresahkan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Pelaku yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu untuk menipu publik dapat dijerat dengan pasal 28 ayat (1) UU ITE dengan ancaman pidana hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Selain penegakan hukum, Polri juga melakukan edukasi digital melalui kampanye seperti “Polri Presisi Melawan Hoaks” dan kolaborasi dengan Kominfo serta Kemensos.
Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga data pribadi dan mengenali modus penipuan digital.
Dampak Sosial dari Hoaks Bansos
Hoaks tentang bansos tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga mengganggu stabilitas sosial.
Ketika masyarakat percaya pada tautan palsu, muncul rasa curiga terhadap pemerintah dan sistem bantuan sosial. Bahkan, ada kasus di mana warga saling menuduh karena merasa “tidak kebagian bantuan”, padahal penyebabnya adalah informasi palsu di internet.
Fenomena ini membuktikan bahwa hoaks bukan sekadar kebohongan digital, melainkan ancaman sosial yang bisa menimbulkan perpecahan dan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga resmi.
Literasi Digital: Tanggung Jawab Bersama
Menangkal hoaks tidak cukup dengan penegakan hukum. Diperlukan partisipasi aktif masyarakat dalam membangun literasi digital ~ kemampuan memahami, menilai, dan menyebarkan informasi secara bijak.
Masyarakat dapat memulai dari langkah sederhana:
Selalu periksa alamat situs sebelum mengisi data.
Pastikan sumber berita berasal dari media terpercaya seperti Tribrata News, Kominfo, atau Saromben.com.
Jangan asal meneruskan pesan tanpa verifikasi.
Laporkan setiap informasi mencurigakan ke kanal aduan resmi.
“Hoaks bisa tumbuh karena kita diam. Tapi dengan berbagi klarifikasi yang benar, kita ikut menjaga bangsa dari penipuan digital,” ujar salah satu aktivis literasi digital, dalam wawancaranya dengan Saromben.
Baca juga: Cara Melaporkan Akun Penyebar Hoaks ke Polisi dan Kominfo
Penutup: Melindungi Diri dan Bangsa dari Jerat Hoaks
Kasus tautan palsu “Cek KTP Penerima Bansos” menjadi pengingat penting bahwa keamanan digital adalah tanggung jawab bersama.
Masyarakat harus lebih berhati-hati terhadap informasi yang viral tanpa sumber jelas. Jangan pernah mengunggah data pribadi ke situs yang tidak memiliki domain resmi pemerintah.
Dengan meningkatnya kesadaran publik, diharapkan penyebaran hoaks bisa ditekan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin kuat.
Polri, Kemensos, dan Kominfo akan terus bekerja sama memastikan bantuan sosial tersalurkan tepat sasaran dan informasi yang beredar di ruang digital tetap akurat.