Heboh di Media, Hilang di Hukum: Persatuan Korupsi di Mata Publik

Redaksi

Di banyak kota, termasuk Situbondo, pola kasus korupsi selalu sama: awalnya heboh diberitakan, headline tajam menghiasi media, tapi tiba-tiba senyap. Publik dibuat gempar, tapi keadilan seakan tertunda.

Dugaan korupsi sering saling terkait: aliran dana, proyek, dan penyimpangan berjalan beriringan. Di tempat yang tampak bersih, bisa jadi hanya panggung sandiwara. Media menyorot, tapi hukum tak bergerak.

Uang menjadi peredam fakta dan pencipta ilusi transparansi. Fakta digantikan narasi, kebenaran digantikan kepalsuan. Kekuatan finansial membuat hukum seakan diam, sementara persatuan korupsi berjalan mulus.

Kekecewaan publik tidak bisa disembunyikan. Ketika laporan tidak ditindaklanjuti, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum. Harapan pada keadilan memudar, dan ketidakadilan menjadi hal biasa.

Media sosial kini menjadi ruang bagi publik untuk menyalurkan kekecewaan. Kata-kata pedas seperti “Sandiwara!” atau “Korupsi!” menjadi simbol ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik yang berlangsung di balik layar.

Kasus yang hilang begitu saja menguatkan persepsi bahwa hukum berjalan lambat atau bahkan terhenti oleh tekanan tertentu. Drama korupsi yang tampak di media hanyalah tipuan visual, bukan representasi keadilan.

Pesan penting bagi hukum dan aparat penegak: jangan hanya menunggu publik menuntut, tapi lakukan tindakan nyata. Laporan harus ditindaklanjuti, fakta harus diungkap, dan pelaku harus dimintai pertanggungjawaban.

Keadilan bukan sekadar pemberitaan. Tanpa tindakan nyata, persatuan korupsi akan terus menang, dan kepercayaan masyarakat akan terus terkikis. Uang menang, keadilan mati. Sandiwara berhenti hanya ketika hukum benar-benar bertindak.

Baca Juga:
Ketua Umum P2SI Imbau Masyarakat Tenang Sampaikan Aspirasi, Cegah Pengrusakan dan Penjarahan