Opini  

Benarkah Ada Tiga yang Tak Boleh Dilawan? Ini Makna Baru di Zaman Modern

Redaksi

Benarkah Ada Tiga yang Tak Boleh Dilawan? Makna Baru di Zaman Modern

Benarkah-ada-tiga-yang-tak-boleh-dilawan

Pelajari makna pepatah lama “tiga yang tak boleh dilawan” di era modern. Temukan cara menghadapi kebodohan, keserakahan, dan keangkuhan dalam diri sendiri dengan bijak.

Saromben.com
Pepatah lama yang sering terdengar dalam percakapan sehari-hari berbunyi:

Ada tiga yang tak boleh dilawan: “Penguasa, orang kaya, dan orang gila.”

Sekilas terdengar sederhana, namun pepatah ini menyimpan pesan sosial yang kompleks dan memunculkan pro-kontra.

Sebagian orang menilainya bijaksana karena mengajarkan kehati-hatian, namun banyak pula yang menolak karena seolah menormalisasi ketidakadilan. Lalu, bagaimana memahami pepatah ini di era modern? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Makna Sosial Pepatah Lama

Pepatah ini lahir dari pengalaman masyarakat tradisional:

Penguasa dianggap tidak boleh dilawan karena memiliki kekuatan hukum dan aparat yang berpengaruh.

Orang kaya sulit ditaklukkan karena harta dan jaringan sosialnya yang luas.

Orang gila tidak bisa dilawan karena logikanya berjalan di luar nalar, sehingga konflik langsung dianggap sia-sia.

Dengan kata lain, pepatah ini bersifat pragmatis daripada moral. Ia menekankan bahwa melawan ketiganya dianggap berisiko atau bahkan tidak berguna.

Baca juga: Pepatah Bijak yang Masih Relevan di Era Digital

Kritik terhadap Pepatah Tersebut

Meski relevan secara praktis di masa lalu, pepatah ini tidak bisa dijadikan prinsip hidup mutlak:

Penguasa tetap wajib dikritik jika menyalahgunakan kekuasaan. Demokrasi lahir dari keberanian rakyat melawan tirani.

Orang kaya harus tunduk pada hukum, tidak boleh kebal karena harta atau pengaruh.

Orang dengan gangguan jiwa seharusnya mendapat perlindungan dan empati, bukan ejekan atau ketakutan.

Dengan demikian, pepatah lama ini lebih tepat dijadikan cerminan realitas sosial masa lalu, bukan prinsip moral abadi.

Baca Juga:
Hukum sebagai Panglima Keadilan: Antara Legalitas dan Nurani

Simak juga: Cara Menghadapi Orang yang Suka Menghasut

Makna Baru: Musuh yang Tak Bisa Dilawan

Seiring zaman berkembang, banyak orang menafsir ulang pepatah ini. Musuh yang sebenarnya tidak bisa dilawan bukanlah manusia tertentu, tetapi sifat buruk dalam diri manusia sendiri: kebodohan, keserakahan, dan keangkuhan.

1. Kebodohan

Kebodohan tidak bisa dilawan dengan emosi. Semakin dibenturkan dengan kemarahan, semakin kuat pertahanannya. Solusinya adalah pencerahan melalui ilmu dan pendidikan, yang menumbuhkan pemahaman dan kesadaran.

Pelajari juga: Pentingnya Pendidikan untuk Mengurangi Kebodohan Sosial

2. Keserakahan

Keserakahan tidak bisa dihancurkan dengan kekerasan. Nafsu ingin memiliki lebih hanya bisa diredam dengan keikhlasan, rasa cukup, dan sistem yang adil. Dengan menumbuhkan empati dan keadilan sosial, kita membantu mengurangi dampak keserakahan.

3. Keangkuhan

Keangkuhan adalah tembok ego yang sulit ditembus secara frontal. Namun, kerendahan hati, kesabaran, dan introspeksi perlahan dapat meruntuhkannya. Memahami orang lain dan menerima keterbatasan diri adalah kunci mengatasi sifat ini.

Baca lebih lanjut: Mengatasi Keangkuhan dan Membangun Kerendahan Hati

Kesimpulan

Pepatah lama mengingatkan tentang tiga hal yang dianggap mustahil dilawan: penguasa, orang kaya, dan orang gila. Namun, di dunia modern, makna yang lebih tepat adalah:

Bukan orang lain yang harus ditakuti, tapi sifat buruk dalam diri sendiri.

Musuh terbesar adalah kebodohan, keserakahan, dan keangkuhan.

Cara melawan musuh ini bukan dengan amarah, melainkan dengan ilmu, keikhlasan, dan kerendahan hati.

Dengan memaknai ulang pepatah ini, kita bisa hidup lebih bijak, fokus pada perbaikan diri, dan membangun masyarakat yang lebih adil.

Ingin lebih bijak menghadapi kehidupan sehari-hari?

Baca artikel inspiratif lainnya di Saromben.com dan temukan tips membangun karakter, menghadapi konflik sosial, serta meningkatkan kecerdasan emosional.

Baca Juga:
Tuhan Tak Hanya di Tanah Suci, Tapi Juga di Wajah Orang Miskin