Fenomena balap liar di Situbondo bukan sekadar soal anak muda yang mencari hiburan malam atau menyalurkan adrenalin. Ia telah berkembang menjadi praktik berbahaya yang bercampur antara gengsi, taruhan, dan kriminalitas jalanan. Jalan raya yang seharusnya menjadi ruang aman bagi masyarakat, berubah menjadi arena judi terbuka yang mempertaruhkan nyawa.
Setiap kali balap liar terjadi, kerumunan anak muda memadati pinggir jalan. Ada yang bersorak, ada yang bertaruh uang, ada pula yang sekadar ingin menonton kecelakaan seolah itu tontonan gratis. Motor dimodifikasi tanpa standar keselamatan, knalpot bising meraung di tengah malam, dan laju kendaraan menembus batas logika. Semua itu berlangsung di ruang publik, di hadapan masyarakat yang tidak pernah meminta.
Pertanyaan mendasarnya: di mana posisi negara ketika jalan raya dijadikan arena perjudian dan kematian? Razia memang dilakukan, motor disita, anak muda ditertibkan. Namun, mengapa fenomena ini tetap berulang dari tahun ke tahun? Jawabannya sederhana: ketegasan hukum lemah, dan negara gagal menyediakan ruang alternatif yang sehat.
Balap liar bukan sekadar pelanggaran lalu lintas. Ia adalah simbol dari ketidakseriusan kita menjaga keselamatan warga. Selama aparat hanya datang membubarkan tanpa strategi jangka panjang, selama pemerintah daerah hanya menutup mata tanpa menyediakan sirkuit legal, selama itu pula balap liar akan terus lahir di jalan-jalan Situbondo.
Anak muda memang butuh ruang ekspresi. Tetapi ekspresi yang membahayakan nyawa orang lain tidak bisa ditoleransi. Pemerintah dan aparat punya dua kewajiban sekaligus: menindak keras praktik ilegal yang meresahkan, sekaligus membuka jalan bagi penyaluran minat balap secara resmi.
Situbondo tidak kekurangan lahan untuk membuat lintasan drag race sederhana. Yang kurang adalah kemauan politik dan kepedulian serius. Selama kebijakan hanya berkutat pada penertiban insidental, kita akan terus menyaksikan berita duka: anak muda tergeletak di aspal, taruhan bubar, dan keluarga menangis kehilangan.
Balap liar bukan hiburan, melainkan bom waktu. Jika tidak ada langkah berani dan tegas, maka Situbondo sedang membiarkan jalan rayanya menjadi kuburan terbuka bagi generasi mudanya sendiri.