Hukum Najis Air Liur Anjing vs Air Liur Manusia dalam Islam dan Medis
Islam menetapkan air liur anjing najis berat, tapi bagaimana dengan air liur manusia? Simak penjelasan fikih, medis, dan filosofi agar tidak salah kaprah.
Perdebatan soal najis air liur anjing selalu menarik perhatian, terutama di kalangan Muslim. Hadis sahih menyebutkan bahwa wadah yang dijilat anjing harus dicuci tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Dari sinilah ulama menetapkan bahwa air liur anjing termasuk najis mughallazhah (najis berat).
Namun, muncul pertanyaan lain: bagaimana dengan air liur manusia? Bukankah mulut manusia juga penuh bakteri dan bisa menularkan penyakit? Jika sama-sama berisiko, mengapa sebagian orang memandang anjing sebagai hewan yang hina?
Artikel ini akan mengulas persoalan tersebut dari sisi fikih Islam, kesehatan, dan filosofi, agar kita lebih adil dalam memahami syariat sekaligus lebih bijak memperlakukan makhluk ciptaan Allah.
Hukum Najis Air Liur Menurut Islam
Dalam ilmu fikih, najis dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Najis mughallazhah (berat): air liur anjing dan babi.
2. Najis mutawassithah (sedang): darah, nanah, kotoran manusia/hewan.
3. Najis mukhaffafah (ringan): kencing bayi laki-laki yang masih ASI.
Air liur anjing jelas dihukumi najis berat.
Air liur manusia tidak otomatis najis, kecuali bercampur dengan darah, muntahan, atau penyakit yang menular.
Perspektif Kesehatan: Air Liur Anjing vs Air Liur Manusia
Dari sisi medis, keduanya sama-sama punya potensi bahaya:
Air liur anjing
Bisa menularkan rabies.
Mengandung parasit zoonosis berbahaya.
Sangat berisiko bila mengenai luka terbuka.
Air liur manusia
Menularkan penyakit lewat ciuman, gigitan, atau kontak langsung.
Bisa membawa virus hepatitis B, herpes, TBC, hingga flu.
Gigitan manusia bahkan sering dianggap lebih berbahaya daripada gigitan anjing.
Secara medis, air liur manusia tidak lebih steril dibanding air liur anjing.
Mengapa Banyak Orang Membenci Anjing?
Banyak orang mengira seluruh tubuh anjing itu najis, padahal dalam Islam yang dihukumi najis hanyalah air liurnya.
Dalam syariat:
Boleh dipelihara untuk berburu, menjaga ternak, dan keamanan.
Tidak dianjurkan dipelihara hanya untuk kesenangan (bukan karena hina, melainkan karena pahala bisa berkurang).
Ada kisah seorang wanita yang dosanya diampuni karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.
Islam menekankan kebersihan dan adab, bukan kebencian terhadap anjing.
Filosofi Najis: Lebih dari Sekadar Kotor
Konsep najis tidak semata soal kesehatan, tetapi juga memiliki nilai spiritual.
Ujian iman: apakah kita patuh pada aturan Allah meski tidak sepenuhnya sejalan dengan logika medis.
Pendidikan kebersihan: perintah mencuci tujuh kali dengan tanah adalah standar higienis yang visioner, jauh sebelum ilmu medis modern.
Kasih sayang: najis bukan alasan untuk membenci makhluk ciptaan Allah.
Air Liur Manusia: Tidak Najis, Tapi Perlu Dijaga
Meski tidak dihukumi najis, air liur manusia tetap bisa menjadi sumber penyakit. Karena itu, Islam menekankan kebersihan mulut dengan cara:
Sunnah bersiwak atau menyikat gigi.
Menjaga kebersihan mulut sebelum salat, membaca Al-Qur’an, dan berinteraksi.
Dengan menjaga mulut tetap bersih, bukan hanya kesehatan yang terjaga, tapi juga keberkahan ibadah.
Kesimpulan
Air liur anjing: najis berat dalam Islam, berisiko rabies dan parasit.
Air liur manusia: tidak najis, tapi secara medis bisa lebih berbahaya.
Islam tidak mengajarkan membenci anjing, melainkan menekankan kebersihan, kepatuhan, dan kasih sayang.
Dengan pemahaman seimbang, kita bisa menjaga kesucian ibadah sekaligus tetap menghormati makhluk Allah tanpa kebencian.