Dualisme dalam Muktamar X PPP
Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memunculkan dinamika politik yang ramai diperbincangkan. Forum tertinggi partai ini melahirkan dua klaim kepemimpinan.
Kubu Muhammad Mardiono menyebut dirinya terpilih secara aklamasi. Sementara itu, kubu Agus Suparmanto menegaskan bahwa hanya dirinya yang dinyatakan lolos verifikasi dan kemudian ditetapkan sebagai Ketua Umum versi muktamar.
Situasi ini memperlihatkan bahwa persoalan dualisme kepemimpinan masih menjadi tantangan klasik PPP. Publik menilai bahwa konflik seperti ini berpotensi melemahkan konsolidasi partai di tengah kebutuhan akan persatuan.
Peran Kemenkumham Sebagai Penentu
Dalam sistem kepartaian di Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memiliki otoritas untuk menetapkan kepengurusan partai politik yang sah secara hukum. Tanpa SK Kemenkumham, setiap klaim Ketua Umum PPP masih sebatas perdebatan internal.
Kedua kubu saat ini sama-sama berusaha mengajukan hasil muktamar masing-masing kepada Kemenkumham. Langkah ini akan menjadi penentu legalitas, sekaligus memberi kepastian kepada publik tentang kepemimpinan PPP.
Dampak Dualisme bagi Konsolidasi PPP
Ketidakjelasan kepemimpinan berpotensi membingungkan kader dan simpatisan di daerah. Mereka menunggu kejelasan agar tidak salah langkah dalam menyusun strategi politik, terutama menjelang Pemilu 2029.
PPP dikenal sebagai partai Islam hasil fusi dengan sejarah panjang dalam perpolitikan nasional. Namun, bila konflik berulang tanpa penyelesaian, citra PPP sebagai “rumah besar umat Islam” bisa terganggu.
Jalan Rekonsiliasi Masih Terbuka
Meskipun ada dua versi hasil muktamar, rekonsiliasi masih terbuka. Elit partai diharapkan menempatkan kepentingan kolektif di atas ambisi pribadi. PPP justru bisa bangkit bila kepemimpinannya menunjukkan kebesaran jiwa dengan merangkul, bukan memecah.
Kader di akar rumput menginginkan kepastian. Mereka menunggu pemimpin partai menampilkan sikap kenegarawanan.
PPP dan Jejak Konflik Sejak Reformasi
Sejak awal era reformasi, PPP kerap menghadapi dinamika internal yang memunculkan dualisme kepemimpinan. Beberapa catatan penting:
1998–2002: Era Hamzah Haz
PPP relatif solid di bawah kepemimpinan Hamzah Haz. Namun, transisi politik nasional yang penuh turbulensi membuat partai menghadapi tekanan konsolidasi.
2003–2007: Konflik Internal Awal
Setelah Hamzah Haz, kepemimpinan partai mulai diuji. Perebutan kursi Ketua Umum antara faksi-faksi internal mulai terlihat, meski belum terlalu besar.
2011: Dualisme Surya Dharma Ali vs Djan Faridz
PPP kembali mengalami friksi serius. Perbedaan pandangan dan kepemimpinan memicu konflik berkepanjangan, bahkan hingga ranah hukum.
2014–2016: Romahurmuziy vs Djan Faridz
Dualisme makin tajam. Kedua kubu mengklaim sebagai Ketua Umum hasil muktamar. Pada akhirnya, Kemenkumham memutuskan legalitas kepengurusan, meski prosesnya melalui berbagai dinamika.
2019: Kasus Hukum Romahurmuziy
Penangkapan Romahurmuziy dalam kasus korupsi semakin memperburuk citra PPP. Partai terpaksa melakukan konsolidasi darurat demi menyelamatkan elektabilitas.
2020–2022: Kepemimpinan Mardiono
Muhammad Mardiono kemudian muncul sebagai figur yang memimpin PPP, terutama setelah dinamika politik pasca-Pemilu 2019.
2025: Muktamar X
Alih-alih menyatukan langkah, muktamar justru kembali memunculkan dua klaim Ketua Umum: kubu Mardiono dan kubu Agus Suparmanto. Situasi ini mengulang siklus lama yang pernah terjadi.
Timeline ini menunjukkan bahwa dualisme bukan fenomena baru bagi PPP, melainkan pola yang berulang setiap kali terjadi transisi kepemimpinan.
PPP Harus Belajar dari Sejarah
Sejarah politik PPP menunjukkan bahwa perpecahan berulang lebih sering melemahkan daripada menguatkan. Jika pola ini kembali terulang, PPP berisiko kehilangan relevansi di mata publik.
Kemenangan politik tidak datang dari perebutan internal, melainkan dari kemampuan partai menjaga persatuan dan konsistensi memperjuangkan aspirasi umat.
PPP kini berada di persimpangan:
Bersatu demi kebangkitan, atau terus berselisih hingga kehilangan kepercayaan publik.
Pilihan itu ada di tangan para pemimpin partai hari ini.

Tulisan ini merupakan opini dan analisis politik. Artikel ini tidak dimaksudkan untuk mengklaim kepengurusan PPP yang sah, karena hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Kemenkumham.