Liputan Pujian: Antara Wartawan dan Kepala Desa

Redaksi

Ketika wartawan suka bertamu ke kepala desa, publik sebenarnya berharap lahir berita yang tajam, kritis, dan berpihak kepada rakyat. Namun, tak jarang pertemuan itu justru berakhir dengan laporan yang manis tanpa substansi. Berita yang muncul hanya berisi pujian, seolah pembangunan desa berjalan mulus tanpa masalah sedikit pun.

Di lapangan, realitas sering berbeda. Banyak desa yang masih menghadapi masalah transparansi anggaran, konflik tanah, hingga pelayanan publik yang jauh dari kata ideal. Sayangnya, jika wartawan terlalu akrab dengan kepala desa, ruang kritis untuk mengungkap persoalan itu bisa hilang begitu saja. Wartawan puas dengan suguhan kopi, sementara kepala desa merasa aman dari sorotan.

Di sisi lain, tak sedikit kepala desa yang justru alergi terhadap kritik. Mereka merasa setiap sorotan media adalah serangan pribadi, bukan bagian dari fungsi kontrol demokrasi. Padahal, kritik yang sehat seharusnya dipandang sebagai cermin untuk memperbaiki kinerja, bukan ancaman yang harus dibungkam.

Fenomena inilah yang membuat hubungan wartawan dan kepala desa sering dipertanyakan publik. Apakah pertemuan mereka menghasilkan transparansi, atau sekadar basa-basi yang menutupi masalah? Jawaban itu terlihat dari kualitas berita yang sampai ke tangan masyarakat.

Jika wartawan kehilangan ketajaman, dan kepala desa menutup diri dari sorotan, maka desa hanya akan dilingkupi kabar palsu yang meninabobokan. Masyarakat dibiarkan hidup dalam ilusi pembangunan, tanpa tahu ada masalah serius yang sedang terjadi di sekitarnya.

Padahal, wartawan sejati bukanlah tamu yang datang untuk bersalaman, melainkan mata dan telinga rakyat. Tugasnya memastikan setiap rupiah dana desa digunakan semestinya, setiap program benar-benar menyentuh masyarakat, dan setiap kebijakan bisa dipertanggungjawabkan.

Begitu juga kepala desa yang benar-benar ingin membangun, ia seharusnya membuka diri terhadap pertanyaan kritis. Sebab transparansi dan keberanian menghadapi kritik justru akan memperkuat kepercayaan masyarakat. Semakin tertutup, semakin besar pula kecurigaan publik.

Baca Juga:
Jurnalis dan Wartawan, Apa Bedanya

Masyarakat desa menanti keberanian dua pihak ini: wartawan yang berani menulis jujur, dan kepala desa yang berani diawasi. Tanpa itu, desa akan tetap berjalan dalam kabut basa-basi, sementara rakyat hanya menjadi penonton yang haus informasi, tapi terus disuguhi air gula yang meninabobokan